12 Mar 2020

Capek Ibadah

Sebagai seorang manusia, seringkali aku dipenuhi oleh pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan yang, barangkali kurang disukai oleh Allah. Keluh kesah pun memenuhi batinku, atau parahnya, keluar dari lisanku sendiri. Di antara hal-hal yang muncul di dalam diriku adalah perasaan lelah, jenuh, ataupun capek. Mulai dari menutup aurat hingga menjalankan shalat dengan segala printilan-nya (berwudhu, menjaga wudhu, melantunkan bacaan-bacaan yang bisa jadi panjang, dst) dapat menjadi aktivitas-aktivitas yang sangat menguras bagi diriku.

Aku pernah iseng-iseng nonton video tentang seorang eks-muslim. Dia mengatakan bahwa, saat dirinya sudah tidak lagi terikat dengan ritual peribadatan kaum muslimin, ia merasa dirinya memiliki lebih banyak waktu untuk melakukan hal-hal yang ia inginkan. Tiba-tiba saja memori itu muncul di permukaan benakku. Sebelum aku teringat dengan video tersebut, aku sempat berpikir... Rasa-rasanya banyak sekali waktuku yang habis untuk melakukan shalat. Shubuh, zhuhur, 'ashar, maghrib, isya'. Belum lagi shalat-shalat sunnah lainnya yang sangat dianjurkan untuk dilakukan. Tidak hanya waktu saja yang begitu banyak terhabiskan oleh shalat saja, tetapi juga tenaga yang sudah pasti aku keluarkan. Membuka kerudung untuk wudhu, memakainya kembali, mengenakan printilan-printilan lainnya untuk menutup aurat. Menuju ke tempat shalat. Mengenakan mukena. Melaksanakan shalat sesuai dengan tuntunan. Ya, semua itu memang melelahkan...

Lalu aku terpikir kembali. Vir, emangnya kamu ngapain sih di dunia ini? Ya... teringat kembali dengan sebuah ayat yang sepertinya sudah cukup lazim di tengah umat pada hari ini. "Wa maa khalaqtul jinna wal insa illaa liya'buduuni..." dan tidaklah Allah menciptakan jin dan manusia, melainkan untuk beribadah kepadaNya. Ketika sepertinya hari-hariku penuh dengan berwudhu, membaca tahiyat, mengenakan kaos kaki, kerudung, dll... bukankah seharusnya aku bersyukur, bahwasanya Allah masih membimbingku untuk mencapai hakikat dari penciptaanku?

Bagi mereka yang tidak percaya, mungkin hal-hal yang aku ketik di sini sama sekali tidak masuk akal. Seperti halnya gadis eks-muslim yang merasa dirinya memiliki lebih banyak waktu untuk melakukan hal-hal yang ia inginkan di kala muslim lain sibuk merutinkan shalat wajib lima waktu dalam hidupnya. Namun bagiku, menerima kenyataan bahwa Allah adalah entitas ilahi yang menciptakan kita untuk menyembahNya is something natural. Sebuah predisposisi dalam diriku membuatku sangat nyaman dalam menerima kenyataan tersebut. Sehingga, naturally, aku merasa lebih mudah untuk menerima segala hal yang dibebankan kepadaku sebagai seorang hamba.

Lagipula, apabila dipikir-pikir kembali... gadis tersebut bertekad untuk melakukan apapun yang ia kehendaki, sementara aku berusaha untuk melakukan hal-hal yang Allah kehendaki untukku. Lalu at the end of the day, bukankah aku dan dirinya sama-sama lelah? Kemudian apakah gunanya segala hal yang kita lakukan hingga lelah, apabila bisa jadi ia malah membahayakan kita, bukannya membawa kebaikan? Sedangkan sebagai seorang muslim, bukankah kita meyakini bahwa segala yang Allah tetapkan untuk kita adalah yang terbaik, karena Allah-lah yang paling tahu? 

Maka, semoga aku bisa kuat dalam menapaki jalan yang sulit ini hingga ajal menjemputku. Sebab semua ini tidaklah mudah. Godaan dan keragu-raguan seringkali mengendap-ngendap dan mencolek-colek batinku. Keinginan untuk melakukan hal-hal yang salah juga bermunculan sekali, dua kali, tiga kali. Namun, semua tidak tanpa bimbingan Allah. Maka semoga aku juga senantiasa meminta pertolongan kepadaNya. Aamiin.